Senin, 14 Juni 2010

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Diujung utara bagian Barat Sulawesi Selatan, atau SULBAR sekarang terletak antara 1 drajat LU dan 3 drajat LS terdapat suatu daerah yang pada zaman Hindia Belanda termasuk Wilayah Pemerintahan Pusat bernama Afdeling Mandar, yang dikepalai oleh Asisten Residen. Afdeling Mandar di bagi atas Empat Onder Afdeling yang terdiri atas : Majene, Mamuju, Polewali dan Mamasa, dimana masing-masing Onder Afdeling dikepalai oleh seorang Controleur.
Sebelum penjajahan Hindia Belanda, daerah ini sudah sejak lama diperintah oleh raja-raja asli Indonesia yang masing-masing merdeka dan berdaulat dalam wilayah kerajaannya. Kerajaan di Daerah Mandar hampir seusia dengan kerajaan lainnya di Indonesia pada umumnya dan Sulawesi Selatan pada khususnya, seperti : Luwu, Gowa, Bone yang berdaulat penuh.

1. Pendiri Kerajaan Balanipa
Secara teratur ialah “I Manyambungi” sekitar abad ke-XVI, namun diduga (menurut mitos), jauh sebelumnya dalam abad VI masyarakat Mandar sudah diatur oleh Nenek Moyang Imanyambungi (Todilaling), yaitu Tomanurung Tobisse Ditallang dan Tokombong Di Bura.
Secara turun temurun diurus oleh Tobisse Ditallang Ilando Guttu, Usu Sambambang, To’padorang, Tasudidi, Pongkapadang, Tometteenbassi, Daeng Lumale, I Lamber Susu, Tomipani’ Bulu, Tobittoeng, Toketara(Nenek Imanyambungi), Dan Puang Di Gandang (Ayahanda Imanyambungi), sampai pada Imanyambungi sendiri, kesemuanya berasal dari Ulu Salu.

2. Menurut Terjemahan Lontar Pattodioloan Di Mandar
Lontarak 1 : Drs. M.T. AZIS SYAH
Uru polena Todilaling di Gowa anna’ soremo diaja di Labuang roapong anna’ nade’de mi gong, nairanngimi to Pambusuang, nauwammi: “ta’ta (b.bi) lowe apai tia lain-lain moni lailaing jirris.
Nauamo Todilaling : Innapatunna Mara’dia Lenggo??
Nauwami Tonapo: “Indi dio!” Messummi domai, mendai’mi da’dua siola. Polei dai’ naratumi, matemi.

Ia tomo umbawa doe disanga: Inaga Ewangan di sanga Itata mappadiammi diaja anna’ tatallu. Mesa mottong di Tanete, da’duadami lambi’, mesa tommuane, mesa tobaine memmoane tama di Alu napibaine Mara’dia Alu apa tommuane iami di pa’uanan: “Tomepayung”
Nabetai pambusuang malaimi dai’ di Napo. Diajai di Napo anna nabundumo Lopo’ nabeta boi Lopo’ apa da’na pe’mannami naung Tande-Tande di Banggae.

Apponamo namanna’ napebei tomo dai’ to Pu’awang di Maasar betanamo Lopo’ iatomo umbetai Panyarukang, Iamo Tobatu. naparola nasammitia Todilaling inngganna di dalambuttu. Di polong pau.

Mesa lontara mappau ma’uwa, tipateng di’e uru polena diomi ummonro dilabuang landi anna nabundu’ Pambusuang.


ARTI DALAM BAHASA INDONESIA.
Sekembalinya Todilaling dari Gowa dan mendarat di Labuang Roppong lalu menabu gong. Terdengarlah oleh masyarakat Pambusuang. Berkatalah: “Tobelawe, apa gerangan yang aneh bunyinya, dan tidak biasanya”.
Bertanya Todilaling: “dimana tempatnya raja di Lenggok”?.. Jawab orang Napo “Disana” ia turun dari perahu dua berteman setibanya langsung ia tombak dan meninggallah.
Ia pula yang membawa tombak Inaga Ewangan nama Itata. Disana dia melahirkan anak tiga orang. Satu tinggal di Tanete diperistrikan Raja Tanete. Dua orang tiba di mandar. Satu pria satu wanita bersuami di alu, di peristrikan Raja Alu. Yang pria bernama: “Tomepayung”.
Setelah Pambusuang dikalahkan,, beliau pindah ke Napo. Disana ia serang pula Lopoq. Begitu Lopoq dikalahkan beliau melanjutkan serangannya ke Tande-Tande di wilayah Banggae.

Turunan mereka dikuasai To Puawang diserahkan ke Makassar ketika Lopoq kalah. Beliau pula mengalahkan Panyarukang, yaitu To Batu. Seluruh wilayah pegunungan di taklukkan oleh Todilaling. Sampai sekian pembicaraan.

Sebuah lontarak menerangkan begini. Mula-mula ia tiba bermukim di Labuang Landi dan memerangi orang Pambusuang.

Sebelum terbentuknya kerajaan balanipa ini negeri-negeri yang ada ialah: Napo, Samasundu, Todang-Todang, Mosso yang masing-masing berdirisendiri. Keempat negeri inilah di diami oleh orang tua I Manyambungi sekeluarga. Dan keempat negeri inilah kemudian di persatukan I Manyambungi sebagai suatu persekutuan adat dengan ibu negerinya Napo.

B. Pengertian Mandar dan Balanipa
1. Pengertian Mandar
Mandar” menurut bahasa “manda” atau mandar, artinya kuat.
Pada umumnya bahasa yang digunakan oleh masyarakat di pegunungan tidak memakai konsona“r”,
misalnya liter disebut lite, meter disebut mete Ma’asar disebut Maasa. Malah masa dulu
orang Napo, Mosso, Todang-Todang menyesuaikan diri dalam bahasa Mandar pantai misalnya
mengatakan: me’oro (duduk), mereka menyebut me’oho. Ro diganti ho artinya. Karambo
disebutnya kahambo artinya jauh (Azis Sah).
Menurut Darwis Hamzah, bahwa Mandar berarti air atau sungai. Pengertian ini sama
pengertian terdahulu, sebab menurut orang-orang Mandar, air atau sungai itu sangat kuat
(manda’)
Sungai pada zaman dulu adalah satu-satu jalan raya dapat dilalui transportasi dengan
memakai rakit yang di buat dari kayu, bambu, batang pisang dan lain-lain. Diikiat jadi
satu kesatuan. Rakit tersebut selain mengangkut manusia juga digunakan untuk mengangkut
barang-barang, Betapapun derasnya (kuatnya) air itu, namun mampu diarungi untuk membawa
manusia dan barang-barangnya mondar-mandir dari muara ke hulu.
Kemudian mereka memanifestasikan jiwa orang Mandar lemah lembut, namun dibalik
kelembutannya terselubung kekuatan (power) yang sulit diukur.

2. Pengertian Balanipa.
Balanipa terdiri dari dua kata yaitu bala dan nipa. Bala= kandang dan nipa= semacam pohon
enau yang tumbuh di rawa-rawa.
Bala (kandang) nipa (sebuah arena yang sekelilingnya terbuat dari daun nipa) berfungsi
sebagai tempat menyabung manusia yang berselisih. Yang bersangkutan dimasukkan kedalamnya
(laki-laki). Siapa terluka dahulu atau mati itulah yang bersalah. Demikianlah pelaksanan
hukum duel di balanipa. Kalau perempuan yang berselisih maka penyelesaiannya disiapkan
kuali besar yang berisi air/minyak mendidih, kemudian yang bersangkutan diperintahkan
mencelupkan tangannya kedalam kuali tersebut. Barang siapa yang takut mencelupkan
tangannya berarti dia yang dikalah. (dianggap bersalah).
Pelaksanaan hukum tersebut sebelum I Manyambungi menjadi Raja di Balanipa.

Setelah Appe Banua Kaiyang (empat negeri besar) yaitu masing-masing:
Napo, Samasundu, Mosso, dan Todang-todang digabungkan menjadi satu persatuan adat oleh I
Manyambungi diberikan nama sesuai dengan tempat memutuskan perkara itu ialah Balanipa.
Balanipa dari waktu ke waktu mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pertumbuhan
penduduk dari waktu ke waktu makin berkembang disusul datangnya berbagai penduduk dari
negeri lain untuk bermukim disana. Hal itu terjadi, setelah diketahui bahwa hukum duel itu
sudah tidak diberlakukan lagi dan diganti dengan hukum adat. Dimana hukum adat itu
bertolak dari:
“oro wali-wali
Tutu wali-wali
Sa’bi wali-wali
Anna timbang wali-wali”
Artinya: “ kedua belah pihak dihadapkan, dan keduanya dimintai keterangan saksi-saksi
kedua belah pihak, kemudian dipertimbangkan semasak-masaknya.”
Prosedur hukum itulah yang dipakai oleh raja-raja Balanipa berikutnya secara turun-
temurun. Ini membuktikan pada kita, bahwa hukum formal telah diterapkan dalam memutuskan
sebuah perkara.
Setelah I Manyambungi mangkat, beliau dianugerahi rakyat dengan gelar “todilaling”
(ada dua versi). Dan digantikan oleh putranya yang bernama “Tomepayung” (ibunya orang
Makassar) sebagai raja ke-2. Raja ini memiliki kecakapan yang luar biasa dalam mengatur
pemerintahan, beliaulah yang menyusun struktur pemerintahan dengan: 10 menteri atau dewan
bangsawan yang dipimpin oleh Mara’dia Matoa sebagai perdana menteri. 10 dewan bangsawan
itu disebut: “ada’ sappulo”, sekaligus merangkap sebagai anggota konstituannte yang
ditetapkan oleh Appe Banua Kaiyang, yang berfungsi memilih, mengangkat dan memberhentikan
raja dan ada’ 10 sokko. ini berarti bahwa pemerintah kerajaan di Mandar sudah melaksanakan
dasar-dasar demokrasi sejak abad ke-16.

Selain ada' 10 sokko, ditetapkan pulah seorang Mara’dia Malolo sebagai panglima perang
yang langsung memimpin appe jannangan (empat jenis kesatuan pasukan yang disebut):
1) Annangguru pakkawusu’= pasukan berani mati
2) Annangguru passinapa’= pasukan bersenapan
3) Andongguru pa’burasang= pasukan penyumpit
4) Andongguru joa= pasukan pengawal istana
Unuk melaksanakan pembangunan fisik, ditetapkan pula yang disebut “sakka manarang” untuk
mengurusi bea keluarnya perahu yang mengangkut barang dagangan, diadakan pulah sebuah
lembaga yang disebut “sawannar”=syahbandar. Tomepayung tidak cuma ahli dibidang
pemerintahan dalam negeri, tetapai juga ahli dibidang hubungan luar negeri.
Tomepayung juga yang melaksanakan Mu’tamar Tammajarra (diatas puncak gunung tammajarra),
terletak kurang lebih 5 km sebelah utara timur laut kota Tinambung.
Muktamar tersebut dihadiri oleh:
a. Tomepayung dari kerajaan balanipa
b. Puatta Iku’bur dari Kerajaan Sendana
c. Puatta Ikaranamu’ dari Kerjaan Tappalang
d. Daeng Tomelanto dari Kerajaan Banggae
e. Tomelake Bulawang dari Kerajaan Pamboang
f. Tomejammeng dari Kerajaan Mamuju

Dalam muktamar inilah disepakati persekutuan kekeluargaan yang beranggotakan 6 (enam) kerajaan.

Kemudian Mara’dia Balanipa menjadikan Binuang penggenap 7 (Pitu) Ba’babinanga atas penyerahan Raja Gowa kepada Balanipa setelah berakhirnya perang Gowa-Bone (muktamar memupuk persatuan dan kesatuan pitu ba’banabinanga).
Pada muktamar itu pula, menetapkan bahwa “naiyya balanipa sambolangi atau amai balanipa (ibarat langit=ayah), sedangkan sendana litai ato indoii (sendana ibarat lita=indooi).
Naiyya banggae ana’ masonga-songanai balanipa (banggae adalah putera pemberaninya balanipa).
Naiyya pamboang anak tobainenai balanipa (pamboang adalah anak puterinya balanipa, sedang yang lain belum diberi fungsi karena masih kecil.
Maksud penamaan tersebut diaas adalah:
Balanipa sebagai ketua
Sendana sebagai wakil
Banggae sebagai sayap kanan
Pamboang sebagai sayap kiri, dan yang lainnya sebagai anggota .

Bila ada sesuatu permasalahan yang tidak dapat diselesaikan sendiri oleh anggota, maka banggae dan pamboang yang akan menyelesaikn. Jika belum juga selesai , maka sendana yang akan menyelesaikannya. Kalaupun belum juga selesai, maka putuslah oleh balanipa, karena keputusan tertinggi ditangan balanipa.


KERAJAAN-KERAJAAN LOKAL DI MANDAR

A. Dipitu ba’bana Binanga (mandar bagian pantai)
Pembentukan suatu kerajaan dipitu ba’bana binanga (mandar bagian pantai) pada umumnya sama, yaitu didirikan oleh beberapa negeri persekutuan adat, misalnya Kerajaan Balanipa terdapa 4 negeri yang disebut 4 banua kaiyang (empat negeri besar) yaitu Napo, Samasundu, Mosso, Todang-Todang, dimana masing-masing negeri mempunyai kepala pemerintahan sendiri yang merupakan pemangku adat setempat bergelar Pappuangan.
Sebagai pucuk pimpinan kerajaan yang dipilih dan diangkat seaorang raja yang bergelar maradia dan pemangku adat (pappuangan) mula-mula terdiri dari satu atau dua orang anggota yang dinamai hadat dan bergelar pa’bicara atau lain-lain nama menurut keadaan setempat, sehingga kebijaksanaan jalannya pemerintahan tertinggi kerajaan itu tidak berada dalam tangan kekuasaan seorang raja, akan tetapi selalu menegakkan azas musyawarah untuk mufakat antara raja dan hadatnya yang menurut adat dikatakan “andiangi mala sisara’ ulu anna salakkana” (artinya tidak boleh bercerai kepala dengan kerangka badan) maksudnya raja tidak boleh mengambil keputusan permufakatan dengan hadatnya.
pada pengangkatan raja dan hadat yang pertama (kerajaan itu mulai dibentuk), terdiri dari bangsawan-bangsawan yang bersaudara atau family dekat antara sattu dengan yang lainnya. Tetapi setelah ia diangkat dalam jabatan pertama itu sebagai maradia atau anggoa adat diadakan sutu penggarisan (perjanjian)
-kaiyang tammacinna di kende-kende.( yang besar tidak ingin kepada yang kecil)
-kende-kende ammacinna di kaiyang. (yang kecil tidak ingin kepada yang besar)
Maksudnya: keturunan maradia tidak akan merampas hak jabatan untuk turunan anggota hadat dan ketrunan anggota hadat tidak akan merampas hak untuk jabatan keturunan Maradia.

Maradia dan keturunannya diberi panggilan (sapaan) kehormatan “daeng” dan anggota hadat panggilan “puang”. Hal ini mempedomani sopan santun berbicara antara “todilaling” (raja balanipa yang pertama) dengan “puang dipoyosang” (anggota hadat yang pertama digelar pappuangan limboro) di kerajaan balanipa.
masing-masing kerajaan yang terbentuk tersebut terjadi perluasan wilayah kerajaan apakah dalam bentuk penaklukan, persetujuan bersama antara kerajaan/negeri (kerajaan yang lebih kecil untuk bergabung aau atas permintaan sendiri dari negeri/kerajaan kecil untuk bergabung, diantaranya ada pula yang kepala pemerintahannya (pappuangan) dijadikan anggota hadat dalam kerajaan (sehingga digelar pepuangan, sehinggah bertambahlah anggota hadat misalnya:
Pepuangan tenggelang, pepuangan luyo, pepuangan lambe, pepuangan lakka pepuangan koyang di balanipa dll.
ada pula negeri menjadi bawahan dari salah satu banua kaiyang (negeri pembentuk kerajaan) dan dinamai anak banua, serta ada pula negeri kecil yang mempunyai hak otonomi dalam negerinya sendiri yang mempunyai kewenangan tertentu terhadap kerajaan, misalnya campalagian, mapilli tapango dan lain-lain dibalanipa sehingga didalam wilayah kerajaan ada negeri-negeri yang bernama:
-banua kaiyang (negeri asal atau negeri-negeri pembentuk kerajaan atau=kernland)
-banua (negeri yang pada mulanya berdiri sendiri)
-anak banua (negeri bawahan dari salahsatu banua kaiyang atau banua)
-perkampungan-perkampungan khusus (yang didiami oleh maradia bersama kelurga dan
petugas-petugas khusus pada kerajaan)

Dalam perkembangan kerajaan selanjutnya, diadakan anggota hadat yang tugas sehari-harinya khusus urusan istana, artinya bukan kepala pemerintahan suatu wilayah tertentu, misalnya: pa’bicara kaiyang, pa’bicara kenje, pappuangan rui (balanipa) atau suro di kerajaan lain
pemilihan dan pengangkatan serta pemberhentian (pemecatan) maradia (raja) oleh banua kaiyang/wilayah asal (krenland), kemudian disahkan/disetujui dari dewan hadat, proses tersebut diurus oleh anggota hadat pepuangan limboro dibantu oleh pepuangan biring lembang. Disamping anggota hadat oleh maradia (arajang) mengangkat seorang maradia matoa sebagai wakil raja dalam “peannangguanna hadat” (penasehat hadat) dan diangkat seorang maradia “malolo” yang ditugasi sebagai panglima kelasykaran.
kedua maradia tersebut (maradia matoa dan maradia malolo) adalah dari keturunan yang sama dengan maradia (raja) sendiri. Pengankatan dan pemberhentian adalah ditangan raja atas persetujuan dewan hadat.
pengangkatan masing-masing anggota hadat (pepuangan) dan pappuangan atau maradia dari tiap-tiap banua kaiyang, banua atau anak banua, dipilih oleh pemangku-pemangku adat bawahannya masing-masing dan disahkan oleh pemerintah kerajaan, semuanya dari calon-calon yang bersal keturunan dari pejabat terdahulu, baik dari bapak maupun dari keturunan ibu. Oleh karena itu pengangkatan seorang raja berasal dari keturunan raja (anak pattola payung) yang harus disetujui oleh dewan hadat sedangkatan pengakatan salah seorang anggota hadat harus dari anak pattola hadat, maka harus di setujui oleh maradia bersama anggota hadat, sehingga diharapkan selalu terjalin dan terpelihara pergaulan yang baik sesuai dengan pesan-pesan orang –tua, menurut ucapan hadat kapada raja sebagai berikut:
“upakayyango’o mupakaraja’, madondong duang bongi anna marattaso’o wake maruppu-ruppu’ bau, uwalai mimbali akayyangan”
Artinya: “engkau diangkat menjadi orang terhormat, tetapi engkau memuliakan kami, besok lusa engkau berlaku tidak senonoh dan berbuat sesuatu yang merusak dan menghancurkan negeri, maka saya ambil kembali kebesaranmu”.
Pengangangkatan seorang anggota hadat ditandai dengan pelantikan yang acaranya antara lain: “dipisokko’i (dipasang mahkota/kopiah kebesaran diatas kepalanya) oleh “tomabubeng” (jabatan adat yang juga bersifat turun temurun) dan “ditindorri” (diarak) menuju istana raja oleh pejabat-pejabat adat bawahannya dan kaum kerabatnya aau rekan anggota hadat lain.
Pengesahan pengangkatan seorang raja ditandai dengan upacara “diparakkai” dan diantara acara yang paling penting adalah “assitalliang” (perjanjian lisan dihadapan umum antara raja yang dilantik dengan salah seorang anggota hadat tertentu (balanipa oleh pepuangan limboro) sebagai mewakili hadat dan rakyat . “assalliang” tersebut sebagai berikit:
Maradia Balanipa: malebu parri’di’ mo’o? (sudakah kalian bulat seperti alu?)
Pappuangan limboro: malewu parri’dimang (kami sudah bulat seperti alu)
kemudian menyusul pertanyaan-pertanyaan maradia berturut-turut Sbb :
- jari lappar, lapparrumo? (jadi dataran rendah, datarankulah?)
Buttu buttu’u mo? (gunung, gunungkulah?)
Sasi’ sasi’umo? (lautan, lautankulah?)
Tau, tau’umo? (orang, orangkulah?) – rakyat

- Iri’ma, anna daung ayu mo’o? Saya angin, dan engkaulah daun kayu?)
Pepuangan limboro menjawab:
“o diada dibiasa (sepanjang sesuai adat dan kebiasaan)
Rarumma’anna buttang mo’o (aku adalah jarum dan kalian adalah benang)
“o diada dibiasa (sepanjang sesuai adat dan kebiasaan)

Setelah pelantikan dan pengucapan janji, pepuang limboro sebagai wakil rakyat yang dituakan, menyampaikan amanah amanah rakyat sebagai berikut:
“naiyya maradia tammatindoi dibongi, tarrare diallo, na mandandang mata”
- Dimamatanna daung ayu
- Amalimbonganna rura
- Diamadinginna lita’
- Diayarinna banne tau
- Diaepuanna agama

Struktur Pemerintahan Kerajaan Balanipa Dan Fungsi-Fungsi Pejabatnya
Kerajaan Balanipa menganut system pemerintahan kerajaan demokratis, dimana kerajaan ini di perintah oleh suatu dewan kerajaan yang terdiri dari 2 (dua) komponen yaitu:
1. Mara’dia
a. Maradia atau arajang balanipa, sebagai raja/ketua pemerintahan
b. Maradia matoa, sebagai wakil raja
c. Maradia malolo, sebagai panglima kelasykaran (angkatan perang)
2. Hadat
Hadat atau seipuang sebanyak 10 orang (sappulo sokko) terdiri dari atas 2 (dua) bagian:
Bagian i.
1. Pa’bicara kaiyang
2. Pa’bicara kenje
3. Pappuangan limboro
4. Pappuangan biring lembang
Bagian ii.
1. Pappuangan koyang
2. Pappuangan lambe
3. Pappuangan lakka
4. Pappuangan rui
5. Pappuangan tenggelan
6. Pappuangan luyo

Ada lagi Maradia (arajang) Balanipa:
Maradia (arajang) Balanipa adalah raja (kepala pemerintahan) yang tidak boleh bertindak sendiri-sendiri segala hal yang berhubungan dengan perencanaan dan pelaksanaan pemerintahan harus didasari dengan musyawarah mufakat dengan para anggota hadat (komponen 2). Terutama pada kelompok hadat bagian 1 (pa’bicara kaiyang, pa’bicara kenje, Pappuangan Limboro, Pappuangan Biring Lembang) sebagai anggota hadat inti, sampai pada urusan pribadi dan keluarga raja sendiri, misalnya perkawinan, penyunatan dan beberapa acara keluarga yang dilaksanakan secara adat, seperti mendirikan “baruga” (bangunan tempat mengadakan upacara adat/pangngadaran) dan lain-lain yang memerlukan gotong royong.
Unuk pengankatan seorang Maradia Balanipa yang baru, maka pencalonannya dilakukan oleh hadat dari Appe Banua Kayyang secara musyawarah mufakat dan hasilnya disampaikan pada Pappuangan Limboro, Pappuangan Biring Lembang selanjutnya kedua anggota hadat tersebut, membawa dalam sidang Hadat Halanipa untuk mendapakan persetujuan dan setelah mendapatkan persetujuan, maka dapatlah dilaksanakan pengangkatan.
Begitu pula dalam pemberhentian seorang raja, hadat harus atas dasar musyawarah mufakat/peresetujuan bulat, sebaliknya raja tidak boleh bertindak sendiri untuk memberhentikan seorang anggota hadat kecuali persetujuan hadat dan pejabat-pejabat yang berhak memilihnya.
Calon untuk mengisi lowongan raja, tidak mutlak dari putra raja yang baru meletakkan jabatan saja, teapi juga termasuk keturuan raja-raja terdahulu, keturunan (bija) I Manyambungi Raja Balanipa I.

Maradia Matoa Balanipa
Mara’dia Matoa bukan berarti orangnya sudah tua atau mantan mara’dia, tetapi suatu nama atau gelar jabatan khusus, maradia matoa dicalonkan oleh maradia /arajang sendiri dari keluarganya yang tingkat kebangsawanannya juga berhak menduduki jabatan raja, terpercaya, dapat bekerja sama dengan raja. Adapun proses pengangkatannya dilaksanakan setelah memperoleh dari para anggota hadat.
Menurut Sarbin Syam “bahwa Maradia Matoa Balanipa adalah Wakil Raja/arajang dan tidak termasuk golongan anggota hadat tetapi merupakan “peannangguruanna ada”(penasehat hadat). Namun ada pula yang berpendapat bahwa maradia itu merupakan perdana menteri.
Bila dalam suau sidang dewan pemerintahan kerajaan (paripurna) yaitu komponen i&2 dimana raja/arajang yang memimpin siding dan maradia matoa bertindak sebagai pennangguruanna se’ipuang (penaseha hadat) untuk menghadap raja. Tidak mutlak juga harus selalalu melalui maradia matoa, begitu pulah perintah raja, tidak mutlak disampaikan kepada maradia matoa, tetapi boleh langsung dari raja ke yang bersangkutan/hadat.
Ketentuan tersebut diatas berbeda dengan Kerajaan Pamboang, dimana pengangkatan seorang Maradia Matoa dari Puang Sassigi namun menjadi Raja/Maradia Pamboang berasal dari Bija Maradia Pamboang itu sendiri.
Apapun nama-nama yang pernah memangku maradia matoa di kerajaan balanipa adalah sebagai berikut:
1. Maradia Matoa i = odijallo (adik dari maradia balanipa ii tomepayung yang kemudian menggantikan Maradia Tomepayung menjadi Maradia Balanipa III.
2. Maradia Matoa I Nalong
3. Maradia Matoa I Baso (to kape) Ammana Ibali Maradia Balanipa
4. Maradia Matoa I Boroa (O Kape) Ammana Ibali Maradia Balanipa
5. Maradia Matoa Pammase (Pallawuang) Imandawari Maradia Balanipa
6. Maradia Matoa Abd. Majid Maradia Campalagian –Maradia Andi Baso Maradia Balanipa

MARADIA MALOLO
Syarat pengangkatan Maradia Malolo sama syaratnya dengan Maradia Maoa Balanipa. Bertugas sebagai panglima kelasykaran yang bertanggung jawab langsung pada Raja/Maradia Balanipa.
Adapun angkatan perang Kerajaan Balanipa disebut “joa”
Terdiri dari atas 4 (emapat) jenis sbb:
1. Joa’ maoa (pasukan pengawal istana)
2. Joa’ passinapang (pasukan bersenapan)
3. Joa’ pakkabussu (pasukan berani mati)
4. Joa’ pa’burasan (pasukan bersumpit)
Tiap-tiap joa pimpinan annangguru yang dibantu oleh sariang, tomabuweng dan ke’de, kemudian tiap-tiap annangguru bertanggung jawab langsung kepada Mara’dia Malolo.

KELOMPOK HADAT ATAU SEIPUANG 10 SOKKO
1. Pa’bicara kaiyang merupakan hulu balang untuk jurusan barat
2. Pa’bicara kenje merupakan hulu balang untuk jurusan timur
3. Pappuangan limboro merupakan hulu balang jurusan utara
4. Pappuangan biring lembang merupakan hulu baling jurusan selatan
Seperti tersebut dalam lontarak puangnga sidda (ps)cq lontarak napo
Mandar:- annaiya limboro ulubalangi bila-bila pole di buttu
- Biring lembang ulubalangi bila-bila pole disasi
- Pa’bicara kaiyang ulubalangi bila-bila ple di’atambusang
- Smbung bawa ulubalangi bila-bila pole dimata allo
Kemudian selanjutnya hada 10 sokko berkembang pula tugas pokoknya sebagai beriku:
1. Pa’bicara kaiyang tugas pokoknya sebagai kepala urusan pengadilan
2. Pa’bicara kenje sebagai kepala urusan urusan istana (sekretaris kerajaan)
3. Pappuangan limboro kepala urusan pemerintahan dalam negeri
4. Pappuangan biring lembang sebagai urusan luar negeri
5. Pappuangan koyang, lambe, luyo. Lakka, enggelang dan rui sebagai kepala pemerintahan wilayah pada satu banua tertentu atau tugas lain dari maradia/raja
Dalam hal penerimaan tamu-tamu kerajaan sebelum diperhadpkan kepada raja balanipa terlebih dulu harus diterima oleh pappuang limboro, pappuangan biring lembang, pa’bicara kaiyang, pa’bicara kenje dan masing-masing dibantu oleh seorang anggota hadat lainnya sbb:
Tamu dari jurusan utara mis: dari pus dan sekitarnya diterima oleh pappuangan limboro, amu dari jurusan selatan mis: dari teluk mandar dan sekitarnya atau yang melalui lautan, diterima oleh pappuangan biring lembang. Tamu dari jurusan timur mis: kerajaan binuang, batu lappa, sawitto, suppa, malluse tasi, massan rempulu dll, diterima oleh pa’bicara kenje, tamu yang dating dari jurusan barat mis: dari banggae, pamboang, sendana, appalang, mamuju dan seterusnya, diterima oleh pa’bicara kaiyang, sedang pappuangan koyang dipercayakan mengurusi syanbannar.
Pada pelantikan seorang raja balanipa yang baru, maka pa’bicara kenje’lah beserta pengiringnya yang bertugas keluar masuk istana mempersilahkan dan mengiringi raja ketempat pelantikan, sedang pelantikan dilakukan oleh pappuangan limboro sebagai anggota hadat tertua dan yang mewakili appe banua kaiyyang.
Walaupun demikian, menurt tata tertibnya panggadarang, jika para anggota-anggota hadat berjalan atau duduk berjejer, maka urut-urutannya sebagai berikut: pa’bicara kaiyyang, pa’bicara kenje, pappaungan limboro, pappaungan biring lembang dan seterusnya pappuangan koyong, pappuangan lambe, pappuangan lakka, pappuangan rui, pappuangan tenggelan, pappuangan luyo.

Pappuangan-pappuagan
1. Pappuangan koyong:
Pappuangan koyong adalah kepala pemerintahan banua (kira-kira setingkat dengan desa sekarang). Berhubung tenaga-tenaga terletak dimuara sungai mandar dipantai teluk mandar, tempat ini kemudian menjadi tempat domisili maradia balanipa dan berhubung pelabuhan balanipa terletak dalam wilayah pappuangan koyong, maka kadang merangkap sebagai sawannar (syahbandar), dimana sawannar menjadi tugas pappuangan luyo.

2. Pappuangan lambe:
Pappuangan lambe adalah salah satu anggota hadat kerajaan balanipa, sekaligus kepala pemerintahan banua lambe yang terletak disebelah timur banua tangnga-tangnga, banua lambe ini juga terletak dipantai teluk mandar.

3. Pappuangan lakka:
Pappuangan lakka adalah anggota hadat kerajaan balanipa dan sebagai kepala pemerintahan banua lakka yang meliputi: karama, kota, manjopai, banua lakka ini juga terletak disebelah timur dengan banua lambe, juga berada di pantai teluk mandar, dan mempunyai pelabuhan perahu, sehingga terjadi hubungan yang ramai dengan daerah luar.
Banua-banua ini tidak termasuk wilayah di bawah appe banua kaiyyang, karena dipandang sangat strategis dan didalamnya terdapat banyak bidang/urusan mis: politik, ekonomi, social budaya, kepala pemerintahannya dimasukkan menjadi anggota hadat balanipa. Sekarang ketiga wilayah ini masuk menjadi wilayah pemerintahan kepala karama.

4. Pappuangan Rui:
Pappuangan rui adalah juga anggota hadat balanipa yang tidak mempunyai wilayah pemerintahan sendiri, pappuang rui mempunyai tugas khusus sebagai duta/utusan kerajaan balanipa menhubungi kerajaan-kerajaan lainnya. Pertama kali yang diangkat menjadi pappuangan rui adalah seorang pemberani.

5. Pappuangan Tenggelan
Pappuangan tenggelan adalah anggota hadat balanipa yang pertama diangkat menjadi pappuangan tenggelan ialah maradia/raja baro-baro yang berjasa besar membantu kerajaan balanipa menyerang dan menghancurkan kerajaan passokoran.
baro-baro terletak disebelah timur appe banua kaiyyang.

6. Pappuangan Luyo:
Pappuangan Luyo anggota hadat Kerajaan Balanipa, dimana kedua anggota hadat (Puang Luyo dan Puang Tenggelan adalah berasal dari sejumlah raja-raja kecil pada sebelah timur dari wilayah Appe Banua Kaiyyang dan bersekutu dibawa pimpinan raja Balanipa II Tomepayung menhancurkan kerajaan Passokkorang, karena rajanya sangat kejam dan daum terhadap kerajaan-kerajaa lainnya termasuk kepada kerajaan balanipa sendiri. Kerajaan passokkorang adalah satu kerajaan besar pada zamannya yang bekas wilayahnya terletak dalam distrik mapilli kecamatan mapilli sekarang dan kecamatan campalagian.
Ada dua raja yang sangat berjasa dalam menghancurkan kerajaan passokkorang ialah maradia baro-baro dan to pole malombo, dinilai oleh pemerintah kerajaan balanipa, sehingga keduanya diangkat menjadi anggota hadat balanipa, dimana maradia baro-baro di beri gelar pappuang tenggelang dan topole malumbo diberi gelar pappuangan luyo (sesuai lps/lnm:33). Kemudian raja-raja kecil lainnya menjadi sekutu dari Kerajaan Balanipa (bate dan palili).
Dari kelompok hadat mulai dari Pa’bicara Kaiyyang sampai dengan PappuanganLuyo itulah yang disebut ada’ 10 (sappulo sokko) di Balanipa, dimana berlaku sejak dahulu sampai tahun 1906. Kemudian sejak tahun 1906 Pemerintah Belanda meniadakan dan menghapus jabatan Mara’dia Malolo, Pappuang Koyong, Pappuangan Lambe, Pappuangan Lakka, Pappuangan Rui Dan Pappuangan Luyo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar